BDK Palembang Terima Alquran Bahasa Palembang dari Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Jakarta
  • 8 Maret 2022
  • 273x Dilihat
  • Berita

BDK Palembang Terima Alquran Bahasa Palembang dari Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Jakarta

SELASA (8/3) - Hari ini merupakan hari bahagia bagi BDK Palembang, karena mendapatkan kehormatan dari Puslitbang Lektur Khazanah dan Keagamaan Jakarta yang telah memberikan Alquran terjemahan bahasa daerah, yaitu bahasa Palembang. Hal tersebut disambut baik oleh Kasubbag Tata Usaha BDK Palembang Mukmin, S.H.I, M.Sy.

Tujuan diserahkannya Alquran berbahasa daerah itu adalah untuk mensosialisasikan jika saat ini sudah terdapat Alquran terjemahan Bahasa Palembang yang akan mempermudah masyarakat Palembang secara khusus dalam memahami Alquran dan mulai mencintai Alquran.

Saat ini Alquran telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa daerah. Untuk penerbitan Alquran khusus terjemahan bahasa Palembang ini membutuhkan  proses hampir 3 tahun yang melibatkan para dosen UIN Raden Fatah Palembang dan budayawan-budayawan Kota Palembang.

Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa daerah memiliki tujuan sangat penting. Sebagaimana pesan leluhur Indonesia, Alquran hendaknya didekatkan kepada umat, dan bahasa daerah adalah gerbangnya, sebab bahasa daerah merupakan bahasa ibu yang memiliki cita rasa berbeda dengan bahasa Indonesia saat dibaca. Selain itu, penerjemahan tersebut juga penting karena tidak semua orang daerah paham dengan bahasa Indonesia. Dengan bahasa ibu di daerah masing-masing, mudah-mudahan masyarakat akan semakin dekat dan lebih bisa memahami Alquran.

Terdapat tiga manfaat hadirnya terjemahan Alquran berbahasa daerah. Pertama, memberikan pelayanan keagamaan umat beragama umat beragama, terutama yang tidak akrab dengan bahasa Indonesia. Kedua, terjemahan Alquran diharapkan membantu pelestarian, konservasi atau pemeliharaan budaya lokal, terutama bahasa sebagai unsur terpenting budaya. Ketiga, terjemahan dapat diperankan sebagai metode paling efektif pelestarian bahasa daerah sendiri, yang belakangan cenderung mengalami kepunahan. Karena tidak adanya upaya melestarikan bahasa itu sendiri.