Hadiri FGD, Kaban Suyitno Imbau Semua Pihak Bekerjasama Cegah Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Kampus
  • Yeni Lesmana Dewi
  • 6 Desember 2023
  • 159x Dilihat
  • Berita

Hadiri FGD, Kaban Suyitno Imbau Semua Pihak Bekerjasama Cegah Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Kampus

PALEMBANG (6/12) – Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag Prof. Dr. H. Suyitno, M.Ag. pada Rabu (11/7) lalu melakukan kunjungan dinas ke Palembang. Salah satu agendanya adalah membuka Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Peran Organisasi Masyarakat dan Forum Pendidikan dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual” yang digelar oleh UIN Raden Fatah Palembang. Kegiatan yang berlangsung di Ruang Serelo Hotel Swarna Dwipa tersebut turut dihadiri oleh Kepala BDK Palembang Dr. H. Saefudin, S.Ag., M.Si., Kepala Puslitbang Bimas dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag H. M. Arfi Hatim, M.Ag., Tim LPPM UIN Raden Fatah, Pusat Studi Gender dan Anak UIN Raden Fatah, Wakil Rektor I UIN Raden Fatah Dr. Muhammad Adil, M.A., beserta segenap undangan.

 

Muhammad Adil selaku Wakil Rektor I UIN Raden Fatah turut menjabarkan tujuan kegiatan tersebut secara singkat. Ia juga turut menyampaikan salam dan ucapan maaf dari Rektor UIN Raden Fatah yang pada saat itu tengah melakukan dinas luar negeri ke Dubai dan Yordania.

 

“Kita akan berdiskusi cukup panjang soal kekerasan seksual, dan ini bukan hal baru, sudah banyak dokumen-dokumen yang membahas soal ini, salah satunya Kitab Simbur Cahaya,” terang Adil. Simbur Cahaya sendiri merupakan tatanan hukum tertulis tertua yang pernah ada di Palembang. Simbur Cahaya berisi undang-undang yang mengatur banyak perkara, termasuk perkara-perkara pidana yang berhubungan dengan kekerasan seksual.

 

“Ini (Kitab Simbur Cahaya) adalah usaha untuk menjaga masyarakat Sumsel. Perempuan para era itu (Kerajaan Palembang) dilindungi sedemikian rupa dalam beraktivitas,” lanjut Adil.

 

Lebih lanjut, Adil mengatakan bahwa kekerasan seksual bukanlah perkara kejahatan yang baru di masyarakat Indonesia. Ia menjelaskan bahwa UIN Raden Fatah secara berkelanjutan berusaha menyuarakan kepekaan akan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan akademis. Salah satunya dengan melaksanakan FGD serta menyusun pedoman penanggulangan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan civitas UIN Raden Fatah Palembang. 

 

“Prinsip-prinsip ini dapat dilaksanakan dalam beberapa bentuk, diadopsi dari prinsip yang sudah ada di masyarakat. Dokumen ini tidak diskrimibatif, karena dokumen ini disusun dengan langkah yang konkret dengan melibatkan banyak pihak dari semua kalangan,” pungkasnya.

 

Pada kesempatan berbeda, Kaban Suyitno mengatakan bahwa FGD yang diadakan oleh UIN Raden Fatah didasarkan pada UU No. 12 Tahun 2022 atau yang lebih dikenal dengan nama UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

 

“Ini UU yang penentangannya luar biasa, tapi tetap lahir,” tukas Suyitno. “Kita jarang membicarakan TPKS ini secara terbuka.” Menurut Suyitno, tindak pidana kekerasan seksual kerap tidak mendapat penanggulangan yang baik karena masih adanya anggapan bahwa membicarakan kekerasan seksual adalah hal yang tabu. Disamping itu, korban kerap bersikap defensif karena merasa tidak aman, sementara pelaku biasanya melakukan abuse of power dalam tindak kejahatannya.

 

“Hasil Riset Balitbang Diklat menemukan bahwa ada unsur mahasiswa dan pejabat dalam tindak kekerasan seksual. 85% lebih kampus di Indonesia aware soal UU TPKS, tapi masih kerap terjadi (tindak pidana kekerasan seksual), karena ada relasi kuasa yang disalahgunakan,” tutur Suyitno. “Diskusi ini penting, tetapi edukasi lebih penting.”

 

Suyitno kemudian mengatakan bahwa untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual di lingkungan kampus maupun di masyarakat, UIN Raden Fatah tidak dapat bekerja sendiri. Para akademisi harus bekerjasama dengan organisasi masyarakat dan tenaga profesional.

 

“Kebijakan-kebijakan pendidikan sudah kami garap. Balitbang Diklat Kemenag saat ini memilki fungsi ganda, yaitu sebagai dapur Kemenag, think tank pemasok suplai kebijakan Kemenag, kedua kita menjadi layanan di bidang keagamaan. (Ed_)