Kaban Litbang dan Diklat Kemenag: Jadilah Pribadi yang Syakir
PALEMBANG – Balai Diklat Keagamaan (BDK) Palembang pada Selasa (2/3) ini kembali memperoleh kehormatan karena disambangi oleh pejabat pusat Kemenag, kali ini oleh Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc., S.C., Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI. Gunaryo telah tiba di Palembang pada Senin (1/3) sebelumnya, lalu keesokan harinya menjadi pemateri dalam PDWK via Zoom Meeting dan menyampaikan pembinaan kepada pegawai BDK Palembang secara langsung dan secara virtual sekaligus dari Ruang Rapat BDK Palembang.
Kunjungan Gunaryo memperoleh sambutan hangat dari segenap pegawai BDK Palembang, termasuk dari Kepala BDK Palembang, Dr. Syafitri Irwan, S.Ag., M.Pd.I. Sebelum memasuki ruang rapat bersama, Syafitri melakukan penyambutan simbolis kepada Gunaryo dengan pengalungan kain songket. Setelahnya, Syafitri meminta Gunaryo untuk memberikan bimbingan dan pembinaan untuk segenap pegawai BDK yang hadir langsung di lokasi maupun yang menyaksikan secara remote via aplikasi Zoom Meeting.
Ini adalah kali keduanya Gunaryo menyambangi BDK Palembang selama ia menjabat sebagai Kaban Litbang dan Diklat, menjadikan BDK Palembang sebagai BDK yang paling sering ia kunjungi. Ia menggaris bawahi jika terdapat tiga pejabat tinggi Kemenag RI yang diperbolehkan berkantor di kantor satker kemenag manapun di seluruh Indonesia, termasuk Kaban Litbang dan Diklat, sehingga ia mengimbau para pegawai BDK untuk tidak memperlakukannya sebagai orang asing, tetapi juga sebagai pegawai BDK Palembang.
Gunaryo membuka pembinaan hari itu dengan sebuah kabar baik: Balai Litbang dan Diklat Kemenag RI menjadi lembaga nasional kedua dengan total serapan anggaran terbaik tahun 2020. Meski demikian, ia mengajak semua pegawai BDK Palembang agar tidak berhenti sampai disitu. Menurutnya, Kemenag harus dapat menjadi instansi teladan dalam berbagai aspek, termasuk kualitas para pegawainya, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan terus berbenah dan bersyukur.
“Perubahan itu nantinya tidak hanya berdampak bagi diri kita sendiri, tetapi juga organisasi tempat kita mengabdi. Bukan hanya bagi staf, tetapi juga bagi para widyaiswara,” tutur Gunaryo.
Berbenah dan bersyukur, menurut Gunaryo adalah dua hal yang berhubungan dan harus dilakukan beriringan. Definisi syukur bukan hanya terbatas pada ucapan, namun lebih jauh, juga terletak pada kemampuan para ASN Kemenag berefleksi pada pekerjaannya sehari-hari.
“Kita harus merefleksikan rasa syukur tersebut ke dalam pekerjaan sehari-hari, menjadi syakir, orang yang bersyukur, meski refleksinya bermacam-macam. Kita harus bersyukur sebagai ASN, maka kita harus melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, jika bisa membuat inovasi dan menjadi teladan,” ujar Gunaryo.
Lebih lanjut, Gunaryo juga mengajak segenap pegawai BDK Palembang untuk lebih banyak bersyukur karena terlahir dan hidup di Indonesia. Ia membuat komparasi Indonesia dengan negara lainnya di dunia menggunakan materi ajar yang ditayangkan via infocus.
“Negeri kita itu membentang demikian besarnya. Sayangnya kebesaran ini tidak diikuti dengan kebesaran jiwa,” Gunaryo membuka topik pembicaraannya.
Gunaryo menyebutkan jika negara-negara kecil seperti Singapura dan Malaysia dapat lebih maju dari Indonesia bukan hanya karena kualitas sumber daya manusianya yang lebih baik, tetapi juga karena wilayahnya yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk dikelola dibandingkan Indonesia. Di sisi lain, Indonesia sendiri memiliki kelebihan karena wilayahnya yang luas, kekayaan alamnya yang melimpah dan keberadaan banyak suku dan bahasanya yang memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia, namun tetap dapat dipersatukan sebagai warga negara Indonesia. Perbedaan latar belakang masyarakat Indonesia tersebut, meski dapat menjadi pemersatu bangsa, namun dapat pula menjadi ancaman kesatuan bangsa jika tidak diiringi dengan moderasi dan kesadaran bersama.
“Sudah tidak relevan lagi untuk mengatakan seseorang itu sukunya apa. Semakin hari, semakin sulit menentukan seseorang itu sukunya apa,” tukas Gunaryo. Ia mengatakan jika batas-batas identitas kesukuan sudah melebur dan menyatu dalam wadah yang sama, yaitu negara Indonesia. “Kita telah diberikan karunia yang demikian besar kepada kita sebagai masyarakat Indonesia. Kita boleh berbeda pendapat satu sama lain, namun jika perbedaan tersebut telah membahayakan negara ini, maka kita harus mau mengalah,” imbuh Gunaryo.
Dalam korelasinya terhadap status ASN para pegawai Kemenag, Gunaryo mengatakan jika ASN Kemenag berperan menjadi representasi bagi peran agama dalam merekatkan masyarakat Indonesia.
“Agama ini telah menjadi inspirasi pembangunan negara ini,” ujar Gunaryo, “Dan meski Indonesia bukan negara agama, Indonesia juga bukan negara sekuler.” Kemenag berperan menyelaraskan asas demokrasi di Indonesia dengan keberadaan agama di Indonesia, sehingga berbagai elemen kekuatan yang berbeda-beda di seluruh Indonesia dapat terhimpun menjadi kuat, dan pada akhirnya memperkuat bangsa Indonesia itu sendiri.
“Negara mewajibkan setiap warga negara memiliki agama dan tidak mengizinkan atheisme. Indonesia mendukung agama, namun juga mengusung demokrasi,” tambah Gunaryo. Keselarasan itu, menurutnya, hanya dapat terjadi jika semua masyarakat dapat memoderasi pikiran mereka.
“Persoalan agama juga sama. Dalam kehidupan beragama juga harus dituntut untuk membangun moderasi. Kita arus menjadi tokoh moderasi beragama sesuai dengan peran kita masing-masing,” tukas Gunaryo.
Gunaryo kemudian mengajak para hadirin untuk menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya, diiringi dengan tayangan video.
Acara pembinaan ditutup dengan sesi berfoto bersama. Gunaryo selaku Kepala Badan Balitbang dan Diklat Kemenag RI menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pegawai yang bertugas dan terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pembinaan tersebut.