Kaban Suyitno : Perbedaan adalah “Kekuatan” Negara Kita
PALEMBANG (24/01)-Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Suyitno menyampaikan Materi Terkait Pembangunan Bidang Agama melalui Zoom Meeting. Dengan didampingi oleh Kepala Balai Diklat Keagamaan Palembang, Dr. Saefudin, S.Ag., M.Si. sebagai moderator.
Turut mengikuti zoom meeting yaitu Kasubbag Tata Usaha BDK Palembang, Mukmin, S.H.I., M.Sy. , Panitia dan 180 Orang Peserta Pelatihan Diwilayah Kerja Teknis Manajemen KUA Kemenag Kabupaten Lebong, Pelatihan Diwilayah Kerja Tematik MI Angkatan I Kemenag Kabupaten Lebong, Pelatihan Diwilayah Kerja Revolusi Mental Angkatan I Kemenag Kabupaten Rejang Lebong, Pelatihan Diwilayah Kerja Pendekatan Saintifik dalam pembelajaran Angakatan I Kemenag Kabupaten Rejang Lebong, Pelatihan Diwilayah Kerja Tematik MI Angkatan II Kemenag Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Pelatihan Diwilayah Kerja TIK MTs Angkatan I Kemenag Kabupaten Bengkulu Selatan.
Dalam penyampaian Materi pembangunan Bidang Agama, Suyitno mengawali dengan menyampaikan terkait penggunaan MOOC sebagai media Pelatihan “Dalam Era Digital PDWK sudah tidak relevan lagi, dimana kedepannya kita harus menggunakan flatform digital dan semua materi pelatihan dalam bentuk digitalisasi”.
“Menjadi fokus kita (Balitbang dan Balai Diklat) mengedukasi dalam bentuk pelatihan, dimana dalam era digitalisasi kita memastikan widyaiswara harus memiliki kemampuan serta penguatan kompetensi khususnya mendigitalisasi materi pelatihan, dimana kelemahan dari materi digital adalah jika materi dalam mata pelatihan dikemas tidak menarik/ out of date dapat berimplikasi ke kompetensi widyaiswara. Sehingga setiap materi pada mata pelatihan harus diupdate dan diupgrade, sehingga menjadikan kemudahan bagi peserta pelatihan dapat mengaksesnya.” Ujarnya
“Ketika waktu menjadi flexible tentunya setiap orang dapat belajar semudah mungkin dan dapat memanage waktu masing-masing, namun tidak kalah penting tetap memperhatikan Rambu-rambunya yaitu tercukupnya Jam Mata Pelatihan dan penguatan penjaminan mutu sehingga dalam pelaksanaan pelatihan sudah sesuai dengan standar. Bahkan jika pelatihan sudah menggunakan system digital maka peserta akan lebih mudah dalam pencetakan sertifikat pelatihan yang diikutinya”Tambahnya.
Suyitno selaku Kepala Badan Litbang dan Kemenag Bersama jajarannya tengah merancang transformasi baik dalam hal pelatihan dan sarana prasana “ Badan Litbang dan Diklat segera akan meresmikan MOOC (Massive Open Online Course), dimana beberapa Balai diklat Non Keagamaan telah melaksanakan program tersebut namun masih bersifat massif. Dengan penggunaan MOOC ini tentunya menjadikan jawaban pelaksanaan pelatihan di Kementerian Agama, dimana sebelumnya yang menjadi perhatian kita adalah hasil indeks profesionalitas dan indeks moderasi beragama yang hasilnya mendapai 40% ASN Kemenag masih belum memenuhi standar indeks profesionalitas, dan 30% ASN kemenag masih belum memenuhi standar Indeks Moderasi Beragama.”
“Dengan adanya MOOC dapat menjangkau ribuan peserta dalam satu pelatihan sehingga memberikan banyak kesempatan bagi ASN Kementerian Agama untuk dapat mengikuti pelatihan. Selain itu MOOC berdampak semakin tingginya keseriusan peserta untuk mengikuti pelatihan, dimana kelulusan mereka sangat bergantung dengan pemahaman masing-masing peserta dalam proses pelatihan tersebut.”Imbuhnya
Terkait dengan pembangunan bidang agama, Suyitno Menyampaikan bahwa “Dalam konteks memberikan materi terkait moderasi beragama, selama ini kita (Balitbang dan Diklat dan Balai Diklat) berfokus pada ASN kementerian Agama dan masih belum menyeluruh. Ketika membahas moderasi beragama, Kementerian Agama menjadikan bahwa beragama itu bersifat inklusif dimana bahwa setiap agama lain juga “eksis” dan tidak berangggapan bahwa agama yang kita anut adalah ekslusif. Indonesia memiliki keberagaman yang harusnya dipandang sebagai kekuatan bangsa, dengan keberagaman tersebut menjadikan kita kuat. Perbedaan itu saya anggap sebagai the strength of our country (kekuatan negara kita) sehingga kita menjadikan sebagai potensi Negara beragama dalam menegakkannya dengan Bhineka Tunggal Ika.”
Terakhir beliau menyampaikan “Saya menyakini rata-rata kita adalah moderat, namun dengan adanya gempuran teknologi, gempuran media sosial dan gempuran media internet yang melakukan diseminasi terkait intoleransi menjadikan intoleransi menjadi lebih kencang daripada toleransi. Hal tersebut menjadikan kecenderungan berita-berita yang mengekslusifkan diri sendiri. Itulah kenapa Kementerian Agama tidak pernah bosan memberikan materi moderasi beragama dalam pelatihan, sehingga diharapkan dapat memasifkan pemikiran intoleransi tersebut.” (Sr_)