KEDUDUKAN SAKSI PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM oleh H.Ridwan
KEDUDUKAN SAKSI PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
By.H.Ridwan
Saksi merupakan salah satu bagian penting yang harus ada dan hadir dalam majelis pernikahan. Karena begitu pentingnya saksi maka tidak heran kalau jumhur ulama’ menempatkan saksi ini sebagai rukun di dalam pernikahan. Tetapi ketika saksi dijadikan suatu rukun dalam pernikahan ternyata masih terjadi debatebel diantara sebagian kalangan ulama’ fiqh. Penelitian ini memfokuskan bagaimana kedudukan saksi dalam perspektif Hukum Islam. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Diskriptif kualiltatif jenis kajian pustaka. Dimana data yang terkumpul dianalisis melalui Kondensasi data (data condensation), Penyajian data (data display) dan Penarikan kesimpulan (conclusions drawing). Hasil analisis menunjukkan bahwa madzab Imam Syafi’i berpendapat bahwa saksi menjadi bagian rukun dalam pernikahan, apabila dalam suatu pernikahan tidak ada saksi maka dipastikan tidak sah nikahnya. Metode istimbath hukum Mazhab Syafi’i juga menggunakan hadits yang diriwayat oleh Daruquthni, Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa kata nahyu(peniadaan)dalam Sabda Rasulullah, bermakna tidak sah pernikahan sehingga menjadikan persaksian menjadi syarat dalam pernikahan, karena tanpa adanya saksi dalam aqadmaka dianggap pernikahan itu tidak ada, sehingga hal itu menjadi syarat dalam pernikahan.Namun berbeda dengan madzab Imam Maliki bahwa saksi tidak wajib hadir pada saat aqad pernikahan, pandangan Imam Malik berangkat dari illat ditetapkannya saksi sebagai syarat sah nikah. Dalil yang digunakan oleh Mazhab Maliki dan metode istimbat hukumnya menggunakan Hadist yang diriwayatkan oleh Daruquthni, menurut Imam Malik saksi tidak wajib hadir pada saat aqad pernikahan, pandangan Imam Malik berangkat dari illat ditetapkannya saksi sebagai syarat sah nikah. Mazhab maliki mengambil pemikiran bahwa untuk sampainya informasi dan bukti pernikahan tidak harus melembagakan saksi, namun bisa ditempuh melalui pengumuman (i’lan).
Pendahuluan
- Latar Belakang
Pernikahan adalah sesuatu yang suci dan agung dalam agama, baik Islam maupun agama lainnya. Oleh karena itu, tidak setiap orang bisa melakukan sendiri, melainkan harus ada orang lain yang menikahkan dan menjadi saksi atas pernikahan tersebut. Lebih dari itu, dalam pernikahan juga terdapat kesepakatan dan perjanjian atau komitmen untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab masing-masing (suami-istri). Stabilitas kehidupan rumah tangga adalah modal dasar bagi upaya pembinaan keluarga bahagia dan sejahtera. Adapun nikah secara shara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera yang sakinah mawaddah warohmah (M. A. Tihami dan Sahrani, 2009).
Versi Lengkap Download disini /upload/files/Artikel%20Web%20H.Ridwan.pdf