KEDUDUKAN  SAKSI  PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM   oleh H.Ridwan
  • 2 Desember 2020
  • 7482x Dilihat
  • Artikel

KEDUDUKAN SAKSI PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM oleh H.Ridwan

KEDUDUKAN  SAKSI  PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

 By.H.Ridwan

 

Saksi merupakan salah satu bagian penting yang harus ada dan hadir dalam majelis  pernikahan. Karena begitu pentingnya saksi maka tidak heran kalau jumhur ulama’ menempatkan saksi ini sebagai rukun di dalam pernikahan. Tetapi ketika saksi dijadikan suatu rukun dalam pernikahan ternyata masih terjadi debatebel diantara sebagian kalangan ulama’ fiqh. Penelitian ini memfokuskan bagaimana kedudukan saksi dalam perspektif Hukum Islam. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Diskriptif kualiltatif jenis kajian pustaka. Dimana data yang terkumpul dianalisis melalui Kondensasi data (data condensation), Penyajian data (data display) dan Penarikan kesimpulan (conclusions drawing). Hasil analisis menunjukkan bahwa madzab Imam Syafi’i berpendapat bahwa saksi menjadi bagian rukun dalam pernikahan, apabila dalam suatu pernikahan tidak ada saksi maka dipastikan tidak sah nikahnya. Metode istimbath hukum Mazhab Syafi’i juga menggunakan hadits yang diriwayat oleh Daruquthni, Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa kata nahyu(peniadaan)dalam Sabda Rasulullah, bermakna tidak sah pernikahan sehingga menjadikan persaksian menjadi syarat dalam pernikahan, karena tanpa adanya saksi dalam aqadmaka dianggap pernikahan itu tidak ada, sehingga hal itu menjadi syarat dalam pernikahan.Namun berbeda dengan madzab Imam Maliki  bahwa saksi tidak wajib hadir pada saat aqad pernikahan, pandangan Imam Malik berangkat dari illat ditetapkannya saksi sebagai syarat sah nikah. Dalil yang digunakan oleh Mazhab Maliki dan metode istimbat  hukumnya menggunakan Hadist yang diriwayatkan oleh Daruquthni, menurut Imam Malik saksi tidak wajib hadir pada saat aqad pernikahan, pandangan Imam Malik berangkat dari illat ditetapkannya saksi sebagai syarat sah nikah. Mazhab maliki mengambil pemikiran bahwa untuk sampainya informasi dan bukti pernikahan tidak harus melembagakan saksi, namun bisa ditempuh melalui pengumuman (i’lan).

 

Pendahuluan

  • Latar Belakang

Pernikahan  adalah  sesuatu  yang  suci  dan  agung  dalam  agama, baik  Islam  maupun  agama  lainnya.  Oleh  karena  itu,  tidak  setiap  orang  bisa melakukan sendiri,  melainkan  harus  ada  orang  lain  yang  menikahkan dan  menjadi  saksi  atas  pernikahan  tersebut.  Lebih  dari  itu,  dalam  pernikahan juga  terdapat  kesepakatan  dan  perjanjian  atau  komitmen  untuk  melaksanakan kewajiban    dan    tanggungjawab    masing-masing    (suami-istri).    Stabilitas kehidupan  rumah  tangga  adalah  modal  dasar  bagi  upaya  pembinaan  keluarga bahagia dan sejahtera. Adapun nikah secara shara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera yang sakinah mawaddah warohmah (M. A. Tihami dan Sahrani, 2009). 

 

Versi Lengkap Download disini /upload/files/Artikel%20Web%20H.Ridwan.pdf