Memperkenalkan Bahaya Stunting kepada Penyuluh di Lingkungan Kemenag
PALEMBANG (12/4) - Dalam Diklat Penyuluh Informasi Publik (PIP) yang diselenggarakan di BDK Palembang sejak tanggal 6 hingga 11 April, sebagian pemateri yang mengajar merupakan pengajar maupun profesional dalam bidang tertentu yang sengaja diundang dari instansi lain. Salah satunya adalah Dra. Theodora Panjaitan, M.Sc., widyaiswara asal BKKBN. Materi yang dibawakannya pun tergolong tidak biasa untuk dipaparkan di lingkungan Kemenag, khususnya BDK Palembang, yaitu tentang “Stunting: Bahaya, Pencegahan dan Pengobatan.”
Diklat PIP memang merupakan diklat gabungan dengan Kemenkominfo dan melibatkan pengajar dari beberapa instansi lain, seperti Kemenkes dan BKKBN. Pengajar-pengajar ini menyampaikan materi sesuai latar belakang dan keahlian mereka yang berkaitan dengan kebutuhan peserta diklat. Materi diklat mengenai stunting ini pun menarik untuk diulik karena belum pernah diadakan sebelumnya.
Kepada tim BDK Palembang, sosok widyaiswara yang akrab disapa Dora tersebut menjelaskan urgensi sosialiasi mengenai stunting, terutama kepada penyuluh yang menjadi peserta diklat.
“Stunting adalah kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, penyakit infeksi berulang dan simulasi psikososial yang tidak adekuat (seimbang),” terang Dora. Ia juga menambahkan jika implikasi dari stunting adalah stunted (pendek), risiko kecerdasan lebih rendah, serta risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke yang lebih tinggi.
Dora juga menerangkan jika pemahaman tentang stunting sebenarnya sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia, namun dengan pemahaman yang bervariasi, sehingga tak jarang tercipta bias.
“Ada yang menganggap bahwa stunting adalah penyakit keturunan sehingga tidak bisa diperbaiki. Padahal kondisi stunting dapat dicegah dan apabila sudah terlanjur stunting waktu lahirnya, dan dapat dikenali sebagai stunting, masih dapat diperbaiki selagi masih dalam 1000 hari kelahiran hidup pertama (HPK). Hal ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas,” tutur wanita kelahiran Sawah Lunto 62 tahun yang lalu tersebut. “Stunting dapat dicegah dengan melakukan edukasi dan perbaikan gizi kepada: remaja, calon pengantin, ibu hamil dan ibu melahirkan”.
Untuk mencegah bias informasi tersebut, maka menurut Dora, stunting harus terus disosialisasikan kepada masyarakat luas oleh berbagai pihak, baik melalui para petugas dari berbagai sektor pemerintah dan swasta, juga melalui media sosial, termasuk melalui penyuluh di lingkungan Kemenag.
Menurutnya, penyuluh informasi publik (PIP) adalah petugas yang dipersiapkan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat luas tentang hal-hal yang baik dan berguna bagi kualitas kehidupan bangsa, baik moril, materil, dan spiritual secara seimbang. “Pencegahan stunting merupakan tanggung jawab kita semua, maka materi pengetahuan stunting harus diberikan kepada PIP sebagai salah satu muatan untuk informasi bagi masyarakat,” ujarnya.
Dora berharap dengan diadakannya materi pembelajaran tentang stunting, para penyuluh yang menjadi peserta diklat akan dapat berpartisipasi dalam sosialisasi stunting, mulai dari masyarakat terdekat mereka hingga dalam kesempatan-kesempatan lain dimana mereka
“Saya senang melihat para peserta sangat antusias dan komunikatif dengan rasa ingin tahu yang besar, sehingga kelas dapat berjalan dengan baik dan meriah,” ungkap Dora. “Terima kasih saya kepada Kominfo yang telah mempercayakan tugas mulia ini kepada saya, dan tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada panitia termasuk karyawan BDK dengan hospitalita yang sangat baik dan ramah, sehingga saya tidak merasa asing berkunjung ke BDK Palembang. Semoga silaturahim ini dapat berlanjut sampai kapanpun. Kiranya Tuhan yang dapat membalas kebaikan bapak, ibu, dan saudara/saudari di lingkungan BDK Palembang,” tutupnya.