Syafitri Irwan: Toleransi dalam Bingkai Regulasi
Dalam dinamika masyarakat yang plural, toleransi merupakan bagian penting untuk dapat menumbuhkan semangat persatuan dan kebersamaan. Kehadiran regulasi yang mengatur aspek toleransi untuk menciptakan kehidupan harmoni agar tetap terawat dengan baik, menjadi oase yang menempati posisi urgen dalam kehidupan bermasyarakat.
Terbitnya Surat Edaran Menteri Agama RI Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dapat dikatakan sebagai jawaban penengah dari potensi yang dapat mengganggu kehidupan bertoleransi. Esensi edaran tersebut bertujuan mengatur penggunaan pengeras suara masjid dan musala sesuai dengan kebutuhan dan bukan sebagai bentuk pelarangan. Surat Edaran yang dikeluarkan itu mengatur agar pengeras suara dari masjid dan musala tersampaikan kepada masyarakat atau jamaah di sekitarnya dengan indah dan syahdu, sehingga yang mendengarkan tidak merasa terganggu, bahkan timbul perasaan senang dan menikmati.
Pengaturan tentang penggunaan pengeras suara dari masjid dan musala sebenarnya telah diatur oleh Instruksi Dirjen Bimas Islam 101/1978. Edaran yang dikeluarkan di masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersebut untuk memperbarui tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid dan Musala, yang substansinya secara prinsip kurang lebih sama.
Suara azan dan pengajian sebagai rangkaian dari kegiatan ibadah memang berdimensi seruan dan dakwah, sehingga membutuhkan media agar tersampaikan kepada jamaah. Oleh karena itu, tentu harus dilakukan dengan cara-cara yang benar, tidak berlebihan, serta dengan penuh keindahan sehingga nyaman didengar dan mampu merasuk ke hati yang mendengarkan. Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Namun, di saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga terdiri dari beragam latar belakang, baik agama, keyakinan, dan lainnya. Diperlukan upaya dan kesadaran yang tinggi untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial agar selalu menjadi penyanggah kehidupan bermasyarakat. Pemahaman tentang terminologi pengeras suara dan kemajemukan masyarakat Indonesia secara tepat akan dapat menuntun pemikiran bahwa Surat Edaran Menteri Agama tersebut bertujuan sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah di tengah masyarakat dan bukan pembatasan terhadap syiar dan dakwah.
Dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan. Namun dalam pelaksanaannya perlu diatur, agar berdampak positif dan membentuk kehidupan harmoni agar tetap terawat dengan baik. Langkah solutif yang harus dicapai adalah jemaah dapat mendengar syiar melalui pengeras suara, namun tidak menimbulkan mafsadah (kerusakan) dalam bingkai kemajemukan. Agar semangat toleransi di Indonesia terjaga dengan baik, regulasi sudah sangat tepat untuk ditetapkan agar membuat suasana lebih damai dalam beragama.