TAUKIL WALI PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIA
TAUKIL WALI PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Drs,H.Ridwan.MHI
Penelitian ini berlatar belakang dari permasalahan tentang adanya pernikahan yang terjadi tanpa dihadiri wali nasabnya sendiri padahal wali nasabnya masih ada tetapi berada jauh dari tempat putrinya. Disamping itu ada tradisi masyarakat yang walinya kurang percaya diri maka dia harus melakukan perwakilan menikahkan putrinya kepada seseorang dengan melakukan taukil wali bil kitabah. Hal tersebut menurut masyarakat ada suatu keganjilan karena namawanya wali memiliki kuasa penuh untuk menikahkan anak perempuanya. Sebagaimana biasa taukil wali bil kitabah ini dilakukan oleh wali dengan cara datang ke KUA setempat untuk melakukan perwakilan kepada Petugas (Kepala KUA/Penghulu) dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya kedudukan taukil wali bil kitabah menurut perpektif Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian kepustakaan mengandalkan data-datanya hampir sepenuhnya dari perpustakaan sehingga penelitian ini lebih populer dikenal dengan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau penelitian bibliografis dan ada juga yang mengistilahkan dengan penelitian non reaktif, karena ia sepenuhnya mengandalkan data-data yang bersifat teoritis dan dokumentasi yang ada di perpustakaan. Kemudian selanjutkan dari hasil temuan tersebut danalisis dan terakhir simpulan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa taukil wali bil kitabah itu boleh tetapi dengan alasan uzur syar'i, seperti sakit yang parah dan tidak bisa disembuhkan dan jarak yang tidak memungkinkan untuk menjadi wali (masafah al-qhasri) dan wali dalam masa ibadah haji han Umrah.
Key Word : Taukil Wali Bil Kitabah
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan ikatan yang suci dan sah, dalam Al-Qur’an diistilahkan dengan mithaqān ghalīzanyaitu ikatan yang kokoh. Ikatan pernikahan mengandung nilai-nilai ubudiyah, sebagaimana disyariatkan oleh agama, dengan maksud dan tujuan yang luhur. Suatu pernikahan dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga, selain sebagai tuntutan fitrah manusia, juga merupakan langkah awal membina rumah tangga dan merupakan ikatan yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, untuk membentuk keluarga sakinah dan mawaddah(Thalib 1999) Disamping itu, pernikahan merupakan salah satu asas pokok hidup yang utama dalam pergaulan masyarakat. Suatu pernikahan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaannya yang telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Ini berarti undang-undang menyerahkan kepada masing-masing agama untuk menentukan keabsahan suatu pernikahan.
Pernikahan merupakan bagian integral dari shari’at Islam. Shari’at telah menetapkan adanya aturan tentang pernikahan.Setiap muslim yang ingin melaksanakan akad nikah harus sesuai dengan ketentuan shari’at Islam. Pernikahan juga merupakan suatu perbuatan hukum,diatur melalui aturan-aturan hukum Islam.Agar dapat dipandang sah. Pelaksanaan pernikahan harus sesuai dan terpenuhi syarat dan rukun perkawinan, dengan demikian memperhatikan keabsahannya menjadi hal yang sangat prinsipil bagi setiap muslim yang hendak melaksanakan akad nikah.(MK 2010)
Versi Lengkap Download Disini /upload/files/Artikel%20web%20Taukil%20wali%20H.Ridwan.pdf