Berkah Hari Kemerdekaan
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ، وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، فَبَلَّغَ الرِسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ،
أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ
لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَعَ إِيمَانِهِم
Hadirin amaah Jum’at Rahimakumullah,
Pada hari yang mulia sayyidul ayyam dan ditempat yang disucikan dan insya Allah diberkahi ini saya mengajak kepada hadirin sekalian, marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur atas limpahan nikmat dan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada kita, terutama nikmat Iman dan Islam sehingga kita masih mampu melaksanakan perintah Allah dan menunaikan kewajiban kita melaksanakan shalat jum’at, serta nikmat kemerdekaan yang sedang kita rasakan pada saat ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa mengikuti sunnahnya hingga yaumil akhir.
Pada kesempatan yang baik ini juga saya selaku khatib mengajak kepada hadirin sekalian dan tidak lupa mengingatkan diri khatib pribadi, marilah kita senaniasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt., dengan sebenar-benarnya takwa, karena hanya dengan bekal takwa inilah kita akan selamat meniti kehidupan di dunia ini menuju kehidupan kekal dan abadi di akhirat.
Kaum Muslimin patut bangga memiliki ajaran yang begitu memuliakan manusia. Islam lahir dari latar sejarah bangsa Arab yang melanggar moralitas perikemanusiaan: fanatisme kesukuan (ta’asub) yang parah, pelecehan terhadap perempuan, perang saudara, perampasan hak milik orang lain, perjudian, dan lain sebagainya. Dalam konsep ajaran Islam sangat jelas sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Isra ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
lslam juga menjamin kehidupan yang berkeadilan, aman secara jasmani dan rohani, serta merdeka dari belenggu penindasan. Dalam tradisi ushul fiqih, kita mengenal prinsip-prinsip yang haram dilanggar, yakni hak hidup (hifdhun nafs), terjaganya kehidupan agama (hifdhud din), jaminan mendayagunakan akal (hifdhul 'aql), jaminan kepemilikan harta (hifdhul maal), dan terjaganya kesucian keluarga (hifdhun nasl). Beberapa hal pokok inilah yang lazim disebut maqaashidus syariah.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Menelisik kembali sejarah menegakkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diteladankan Rasulullah Saw., Rasulullah bersama para sahabat berjuang keras melindungi hak-hak mereka. Mereka berperang bukan semata hanya untuk menyerang. Mereka berperang karena sedang diserang dan melawan kezaliman kaum musyrik Quraisy yang merenggut kebebasan kaum muslimin dalam bertauhid dan hidup tanpa gangguan siapa pun. Artinya, umat Islam berperang justru karena tak menginginkan perang itu terjadi sama sekali di muka bumi.
Semangat yang dikobarkan oleh para ulama kita pada masa pra kemerdekaan Indonesia, selama proses penjajahan Jepang dan Belanda, penduduk pribumi tak aman dan tak nyaman di tanah air sendiri. Mereka tersingkir dari kehidupan yang layak, susah belajar, susah makan, susah bekerja, dan susah beribadah. Berbagai kekejaman dan kezaliman inilah mendorong para ulama bersama umat Muslim, dan para pahlawan lain untuk mengusir kaum kolonial. Kalau kita pernah mendengar resolusi jihad, itu adalah salah satu cerminan nyata dari semangat tersebut. Resolusi jihad adalah deklarasi perang kemerdekaan sebagai jihad suci yang digelorakan para kiai dan para santri di Indonesia pada 22 Oktober 1945 dan sekarang setiap tanggal 22 Oktober dijadikan hari Santri Nasional. Resolusi jihad itu digelorakan guna menghadang pasukan Inggris (NICA) yang hendak menjajah kembali Indonesia. Berkat perjuangan yang gigih, gelora keislaman yang tinggi, serta riyadlah dan doa para ulama, serangan NICA dapat digagalkan dan bangsa Indonesia tetap merdeka hingga kini sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sebagian ulama tersebut bahkan tak hanya memimpin perlawanan, tapi juga aktif bergerilya, menyusun strategi, bahkan perang fisik secara langsung dengan pasukan musuh. Umat Islam sadar bahwa membela tanah air dari penindasan adalah bagian dari perjuangan Islam, yang nilai maslahatnya akan dirasakan oleh jutaan orang. Terlebih saat Resolusi Jihad dikumandangkan, Indonesia adalah negara yang baru dua bulan berdiri.
Para ulama dan kaum cendekia muslim sadar betul, bahwa sebagai makhluk sosial kehadiran negara merupakan sebuah keniscayaan, baik secara syar’i maupun ‘aqli, karena banyak ajaran syariat yang tak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran negara. Oleh karena itu, al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan:
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.
Jamaah Jum’at rahimakumullah,
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini sedang kita tempati adalah hasil kesepakatan bangsa (muwahadah wathaniyyah), dengan Pancasila sebagai falsapahnya. Ia dibangun atas janji bersama, termasuk di dalamnya mayoritas umat Islam. Bahkan, sebagian perumus Pancasila adalah para tokoh dan ulama muslim. Karena itu, sebagai penganut agama Islam yang sangat menghormati janji, seluruh umat Islam wajib menaati dasar tersebut, apalagi nilai-nilai di dalamnya selaras dengan substansi ajaran Islam. Rasulullah Saw., bersabda dalam hadits Imam Baihaqi dari Abu Hurairah:
المُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ
Kaum Muslimin itu berdasar pada syarat-syarat (kesepakatan) mereka.
Indonesia bukanlah Negara Islam (dawlah Islamiyyah), akan tetapi sah menurut pandangan Islam, dan berpenduduk mayoritas Islam, bahkan terbesar terbesar dan terbanyak di dunia. Demikian pula Pancasila sebagai dasar negara, walaupun bukan selevel syari’at/agama, namun ia tidak bertentangan, bahkan selaras dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai konsekuensi sahnya NKRI, maka segenap elemen bangsa wajib mempertahankan dan membela kedaulatannya. Pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Kewajiban utama pemerintah ialah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya secara berkeadilan dan berketuhanan. Sedangkan kewajiban rakyat ialah taat kepada pemimpin sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Sebagai anak bangsa kita wajib bersyukur bahwa negara kita, Indonesia, cukup aman dibanding sebagian negara di belahan lain dunia. Umat Islam di sini dapat menjalankan ibadah dan menuntut ilmu agama dengan tenang kendatipun berbeda-beda madzhab dan kelompok. Kita juga relatif bebas dari kekangan di Tanah Air dalam menjalankan hidup sehari-hari. Udara kemerdekaan ini adalah karunia besar dari Allah Swt. Jangan sampai kita baru merasakan nikmat kemerdekaan yang luar biasa ini kemudian rudal-rudal berjatuhan di sekeliling kita, tank-tank perang berseliweran, tempat ibadah hancur karena bom, atau konflik berdarah antara saudara sesama bangsa. Na’udzubillahi min dzalik.
Mari kita syukuri hari kemerdekaan ke-78 yang sebentar lagi akan diperingati, dengan memperbanyak hamdalah, sujud syukur, dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif:
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Kita mungkin tak lagi sedang berperang secara fisik sebagaimana ulama-ulama dan pahlawan kita terdahulu, tapi kita masih punya cukup banyak masalah kemiskinan, kebodohan, korupsi, kekerasan, narkoba, dan ketidakadilan hukum dan lain-lain yang juga wajib kita perangi. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mensyukuri nikmat pada keberkahan kemerdekaan Allah termasuk nikmat kemerdekaan ini dan mengantarkan bangsa Indonesia menjadi Negara yang aman, sentosa adil dan makmur dengan senantiasa berada dalam naungan ridha-Nya, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ